Perhitungan Pesangon Undang Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 Perhitungan Pesangon Undang Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 20...

Perhitungan Pesangon Undang Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003

/
0 Comments
Perhitungan Pesangon Undang Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003

Perhitungan Pesangon Undang Undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 - Bagi anda yang seorang pekerja di suatu perusahaan mungkin sudah tidak asing lagi dengan kata pesangon dengan perhitungannya yang biasa disebut PMTK. ya ! pengertian PMTK adalah kepanjangan dari Peraturan Menteri Tenaga Kerja yang mengacu pada aturan tentang hak-hak Pekerja dalam proses pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam Kepmenaker KEP-150/MEN/2000, kemudian direvisi dengan Kepmenakertrans no KEP-78/MEN/2001. Meski demikian, istilah ini masih sering digunakan hingga saat sekarang walaupun aturan tentang hak-hak Pekerja dalam proses pemutusan hubungan kerja telah diatur dalam Undang-undang 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Istilah 1 PMTK dan 2 PMTK sebenarnya mengacu kepada besarnya pembayaran hak-hak yang mesti diterima oleh Pekerja dalam proses pemutusan hubungan kerja. Istilah 1 PMTK disini diartikan sama dengan uang pesangon 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan dalam pasal 156 ayat (4).

Sedangkan istilah 2 PMTK sendiri diartikan sama dengan uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat (4).

Pemutusan hubungan kerja (PHK) sendiri ditimbulkan oleh beberapa sebab dan masing-masing sebab ini memiliki konsekuensi tersendiri terhadap besarnya hak-hak Pekerja yang mesti dibayarkan oleh Perusahaan seperti tercantum dalam UU no.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 160, 162, 163, 164, 165, 166, 167, 168 dan 169, serta putusan MK nomor 19/PUU-IX/2011 dan 012/PUU-1/2003, yaitu :

a) PHK atas kemauan Pekerja sendiri (mengundurkan diri), maka berhak atas uang penggantian hak sesuai pasal 156 ayat (4).

b) PHK setelah Pekerja diputuskan bersalah dalam proses pengadilan perkara pidana, maka berhak atas uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai pasal 156 ayat (4).

c) PHK akibat perubahan status, penggabungan, peleburan atau perubahan kepemilikan Perusahaan dan Pekerja tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, maka Pekerja berhak atas uang pesangon 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai pasal 156 ayat (4).

d) PHK akibat perubahan status, penggabungan, peleburan atau perubahan kepemilikan perusahaan dan pengusaha tidak bersedia menerima Pekerja di Perusahaannya, maka buruh berhak atas uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai pasal 156 ayat (4).

e) PHK akibat Perusahaan tutup secara permanen dan mengalami kerugian selama 2 (dua) tahun berturut-turut atau perusahaan pailit, maka Pekerja berhak atas uang pesangon 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai pasal 156 ayat (4).

f) PHK akibat Perusahaan tutup secara permanen dan tidak mengalami kerugian selama 2 (dua) tahun berturut-turut, maka buruh berhak atas uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai pasal 156 ayat (4).

g) PHK karena Pekerja meninggal dunia, maka kepada ahli warisnya diberikan sejumlah uang yang besarnya sama dengan uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai pasal 156 ayat (4).

h) PHK karena Pekerja memasuki masa pensiun, maka jika Perusahaan tidak mengikutsertakan Pekerja ke dalam program pensiun yang iurannya dibayar penuh oleh pengusaha, maka Pekerja berhak atas uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai pasal 156 ayat (4).

i) PHK atas permintaan Pekerja kepada lembaga PHI akibat pelanggaran pengusaha seperti tercantum dalam pasal 169 ayat (1), maka Pekerja berhak atas uang pesangon 2 (dua) kali ketentuan pasal 156 ayat (2), uang penghargaan masa kerja 1 (satu) kali ketentuan pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai pasal 156 ayat (4).

Besarnya hak-hak yang diterima oleh Pekerja dalam proses pemutusan hubungan kerja (PHK) minimal adalah sesuai ketentuan tersebut diatas dan dapat lebih tinggi dari ketentuan tersebut jika telah diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB).

Kendala yang biasa dihadapi oleh Pekerja adalah penggiringan penyelesaian proses pemutusan hubungan kerja (PHK) ini ke ranah Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) hingga ke tahap Mahkamah Agung (MA). Dengan menggiring penyelesaian proses PHK ke ranah pengadilan, maka posisi Pekerja akan semakin melemah, sebab setiap tahapan dalam proses pengadilan membutuhkan biaya dan waktu yang tidak sedikit, suatu hal yang tidak dimiliki Pekerja, apalagi jika proses berlanjut ke tahapan yang lebih tinggi di MA.

Kondisi ini menguntungkan Perusahaan sebagai pihak yang memiliki kekuatan (modal) untuk mengikuti seluruh proses pengadilan hingga ke tahap tertinggi. Maka sering kali tuntutan Pekerja terhadap besarnya pesangon yang seharusnya diterima akan gugur di tengah perjalanan dan lebih memilih menerima berapa pun besarnya pesangon yang ditawarkan oleh Perusahaan, yang tentunya lebih kecil dari nilai yang seharusnya diterima Pekerja.



You may also like

No comments:

Si itam News. Powered by Blogger.

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Followers

Powered By Blogger

My Blog List

Instagram

Translate

Popular Posts

Viral Minggu ini